Para
ulama mazhab berpendapat, bila terjadi kekeliruaan atau kesalahan pada
keputusan Qadi dalam masalah hudud dan qisas.
Mazhab
Hanafi – hakim yang menentukan keputusan wajib membayar denda atas
kesalahannya. Hanya saja untuk membayar denda tersebut si imam boleh mengambil
dari kes Negara (baitulmal). Sebab ia hanya berijtihadd yang kebetulan tersalam
dalam ijtihaddnya. Dengan demikian pada hakikatnya ia tidak bersalah.
Mazhab
Maliki – seorang yang mati ketika menjalani hukuman hadd maka darahnya dianggap
sia-sia tidak beerti (haddr), tidak ada yang berkewajipan membayar dhamannya
Mazhab
Syafi’e dan Hanbali – dalam contoh kes seperti ini kewajipan dhaman ditanggung
oleh kas Negara. Sementara si Qadi tidak terkena kewajipan apapun. Riwayat
kedua dalam mazhab ini adalah kewajipan diyat ditanggung oleh Qadi dan
‘akilahnya ertinya darahnya tidak sia-sia begitu saja. Sebab si Qadi
berkewajipan menjaga dan memelihara nyawa manusia dalam pelaksanaan hukuman hadd.
Contohnya dalam pelaksanaan potong tangan, si Qadi tidak boleh melampaui
batas-batas yang telah ditentukan bahkan ia wajib menghentikan darah yang
mengalir dengan mencelupkan kedalam minyak yang mendidih misalnya. Kemudian
orang yang dihukum tidak boleh dipukul sampai luka-luka yang dapat
mengakibatkan kematian.
Dengan
demikian, bila terjadi kematian dalam pelaksanaan hadd maka ia tetap dibebani
kewajipan membayar diat. Kerana ia adalah penyebab kematian tersebut tidak
ubahnya bagaikan orang yang bermaksud membunuh binatang buruan, tiba-tiba yang
kena sasaran pelurunya adalah manusia maka yang bersangkutan wajib membayar
diatnya.
No comments:
Post a Comment